by Silmi Nurul Adilah
Suara bel
khas SMA IT AL-HAZEN berbunyi. Pukul 16:30 memang sudah saatnya bagi para
siswa-siswi untuk pulang, lingkungan sekolah pun sepi seketika setelah siswa-siswi berhamburan dari gerbang. Namun
disebuah kelas masih saja ada dua orang
siswa yang sedang beraktifitas. Seolah mengabaikan bunyi bel, mereka tetap
asyik melajutkan aktifitasnya.
“Ta, gue udah selese nih, loe bentar lagi
selese juga kan?” ucap Alfa kepada seorang siswa disebelahnya, yang bernama
Tata. “ya, bentar lagi nih, nanggung
tinggal pilih font buat
keterangan kecil dibawahnya” jawab Tata, tanpa menoleh ke arah Alfa. “yaudah, gue balik gapapa, kan? Loe jangan kelamaan, bro! Ntar dicariin kakak
loe, lagi..” “hehe.. iya, loe ati-ati
dijalan, udah sono pergi...”
jawab Tata lagi-lagi dengan tanpa menoleh ke arah Alfa. Alfa pun bergegas pulang, ia sudah hafal
tabiat kawannya itu, yang jika sudah berhadapan dengan komputer, wajahnya sulit
untuk berpaling.
time machine
“Alhamdulillaaah
gue keren!!! Ehehe, desain gue juga kan,
bro?” saat menoleh ke sebelah, Tata
baru sadar bahwa Alfa sudah pulang tadi sore. Ia pun mengembalikan pandangannya
kembali ke arah monitor , dan melirik sudut kanan toolbar. “Astaghfirullah!
belom
shalat!” pekiknya saat melihat jam menunjukan pukul 22:56. Ia pun bergegas keluar, namun tak bisa
karena nyatanya pintu telah dikunci. “eeeeehh ayolah! Ga becanda nih!! Woy bukaaa!! Pa Nadhir!! Saya ke kunci disini pak!!
TOLOOONG!!” keadaan diperparah dengan
matinya aliran listrik disana, mungkin karena hujan diluar terlalu deras, dan
angin pun bertiup cukup kencang hingga dahan-dahan pohon terlihat berserakan
diluar. Sejenak Tata berfikir, mungkin malam ini lebih baik ia bermalam disana,
daripada keluar ditengah hujan yang anginya kencang, bisa-bisa ia terbawa angin dan malah tersangkut di
pohon.
Kini Tata
terduduk dibalik pintu, beberapa menit telah berlalu tanpa kabar baik selain ia
menemukan sajadah dan sarung milik gurunya yang sering shalat di dalam kelas.
Lalu lekas Tata bertayamum dan shalat disana. Usai shalat, ia berdo’a untuk
semuanya, semoga semuanya membaik di esok hari. Dan karena lelahnya, ia pun
terlelap dalam sujudnya.
“excuse me,
Sir. I’m going to clean out this room” sebuah suara membangunkan Tata dari
tidurnya. Ia menoleh ke arah petugas kebersihan itu, dan berfikir ini adalah
esok hari yang ia tunggu, akhirnya seseorang membuka pintu kelasnya. ‘Eh, tapi kenapa pake sok sok-an english segala? Apa guru bahasa inggris
sekarang merangkap sebagai petugas kebersihan juga?’ tanpa berkata apapun, Tata berdiri dan
menyaksikan petugas itu memasukan segelas cairan (mungkin cairan pembersih
lantai, atau sejenisnya) kedalam sebuah alat yang terlihat keren, dengan dua
roda di belakang, dan lap pengepel di depan, dan di atasnya ada lap kering, mungkin
itu alat/robot pemersih lantai. Lalu setelah cairan itu dimasukan, alat itupun
bekerja tanpa terhubung dengan stop kontak, tanpa menabrak meja ataupun kursi
di sekelilingnya. Bahkan alat itu menggapai tempat-tempat sulit dibawah meja
dan kursi. Dengan cepat alat itu menyelesaikan tugasnya, tak lebih dari 5 menit
untuk tempat seluas 9.5 x 7 meter itu. Mata Tata terbelalak, ‘aselinyaa??!! Gue sujud berapa abad kali ya?
Pas bangun udah segala canggih gini aja! Berasa Ashabul Kahfi deh.. Eh, kalo gue minta baling-baling bamu, bakal
dikasih gak ya? Mungkin aja jaman ini doraemon udah lahir, haha.. eh, atau kayak
di spongebob aja? Gue tinggal nanya dimana mesin waktunya? Dan gue tinggal pake
buat balik ke abad 21. Fine. Beres. Haha.. hidup gue mudah, ya!’ semakin lama, imajinasi Tata semakin liar,
atau malah merancu? Ngaco? Mungkin iya. Dengan dinginnya ia bertanya
“mas, mesin waktunya disimpen dimana ya?”
“pardon
me?” (maaf? Bisa di ulang?)
“oh...,
time machine! Where is it?” (oh.., mesin waktu! Dimana itu?)
“what?
Are you kidding me? We have no time machine! We are just human, we can’t turn
back time, or go to see the future!” (apa? Apa kau bercanda? Kita tidak
punya mesin waktu! Kita hanya manusia, kita tidak bisa memutar ulang waktu,
atau pergi melihat masa depan!)
“Hah?
But I’m from the past! I’m from 21st century, I’m 17 years old, and I’m Indonesian and a good citizen and a
also a good student in SMA IT AL-HAZEN.” Jika Alfa melihat kejadian ini,
mungkin ia akan tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi Tata yang serius
namun kalimat yang diucapkannya agak ngawur.
“excuse me,
I have no time to hear your joke..” (maaf saya tidak punya waktu untuk
mendengar leluconmu) lalu petugas kebersihan itu keluar melalui pintu otomatis.
‘Innalillahi...
gue kebawa angin tadi malem kali yak? Nyasar di......’ gumaman Tata terputus saat melihat
keluar, pemandangannya adalah laut tanpa batas. ‘yap, sahih sekarang. Gue
bener-bener nyasar.’ Kenyataan pahit itu harus ia telan, namun juga harus
segera ia temukan penawarnya.
‘okay, the first thing I have to do is....
cari orang yang bisa berbahasa Indonesia!!’ lalu ia memasuki setiap ruangan dan
bertanya “is there anyone here can speak
in Bahasa Indonesia?” (apa ada orang disini yang dapat berbicara bahasa
Indonesia? ) setelah beberapa ruangan ia masuki, karena dianggap mengganggu, ia
pun di tangkap seorang petugas keamanan dan dibawa ke ruang kontrol utama.
Disana ia bertemu seorang MIT yang juga mampu berbahasa Indonesia.
Setelah
ditanya, ternyata MIT itu bukan asli orang Indonesia, ia berasal dari Australia.
Lalu Tata menanyakan semua keanehan
(atau mungkin kecanggihan) yang telah ia lihat, seperti tentang bangunan yang
dikelilingi laut, alat/robot pembersih
lantai, pintu otomatis, layar komputer virtual, bangunan mengapung, lalu apa
lagi? Dunia mulai menunjukan sisi lainnya.
“sebenarnya,
anda berasal dari abad berapa?” pertanyaan itu mengawali perbincangan diantara
keduanya, ternyata sekarang Tata ada di abad 22, tepatnya tahun 2121. MIT
tersebut lalu mengajak Tata untuk melanjutkan perbincangan mereka di luar, Tata
semakin terkejut ketika menginjak lantai yang dibawahnya terdapat air yang
mengalir, ‘ada ikannya juga malah! ‘ Ternyata
lantai itu terbuat dari kaca. ‘Oh’ gumamnya yang tak ingin terlihat
norak. Lalu MIT tadi memberikan sepasang
sepatu, lekas Tata memakainya tanpa bertanya, namun tiba-tiba tubuhnya
terangkat. Kini mereka melayang diatas lautan. ‘ini kayak di film kartun! Sepatu roket? Aslinya ,ini keren abis!’ mereka
lalu berbincang tentang dunia yang berubah, kini permukaan air laut naik
drastis sejak abad 21, peta dunia sudah tidak sama seperti pada tahun 2012 lalu, sekarang, cukup banyak
pulau yang terendam, termasuk bangunan ini yang
sebenarnya hampir tenggelam, namun dibuat pondasi hingga ke dasar laut. Selain
itu, tersiar kabar juga, bahwa air di bumi setengahnya akan di pindahkan ke
Mars. Untuk hal semacam itu, MIT pun masih mencari informasi lebih lanjutnya.
Saat MIT menjelaskan
semua yang Tata tanyakan, Tata malah sibuk mengagumi sistem transportasi disana.
Betapa tidak, disini tak ada polusi udara, air, ataupun suara. Tak ada antrian
kemacetan, orang-orang menggunakan transportasi umum yang disediakan
pemerintah. MIT bilang, orang-orang sudah sadar akan pentingnya menjaga
lingkungan sejak abad 21. Pada abad itu, orang-orang beralih menggunakan alat
transportasi umum, sehingga pemerintah pun terus memperbaiki kualitasnya dan
pelayanannya.
Selain
karena berkurangnya polusi, udara disini terasa lebih sejuk karena jumlah pohon
semakin banyak. Setiap jengkal lahan dimanfaatkan untuk penghijauan, itu
sebabnya transportasi disini kebanyakan melalui udara, karena tidak ada lahan
untuk jalan raya. MIT bilang, karena banyak pohon yang di tanam sejak abad 21,
hingga kini ada beberapa pohon yang masih bertahan itu. Sejak abad 21-lah
orang-orang mulai sadar akan pentingnya pohon bagi kelangsungan hidup manusia khususnya,
dan bumi pada umumnya. Mereka menanam, dan merawat juga menjaga pohon di bumi.
Melihat
semua teknologi yang ada, Tata bertanya bagaimana semua itu dapat di temukan.
MIT menjawab, bahwa semua peralatan canggih ini pada awalnya hanya angan-angan dan imainasi
anak-anak. Namun saat itu mereka telah berani memasuki tahap mewujudkan mimpi.
Mereka itulah para pelajar di abad 21 yang memiliki lebih dari segudang inovasi,
yang selalu ingin tahu akan apapun yang mereka temui, mereka kreatif dan ingin
berbeda. Karena itulah, banyak alat-alat baru yang unik dan kreatif
bermunculan. Mereka adalah anak-anak yang tekun, yang tidak akan berhenti
sebelum sampai pada apa yang mereka tuju. Mereka adalah anak-anak Islam, yang
karenanya imajinasi mereka terarah kan. Mereka menjalani hidupnya sebagai
seorang khalifah di bumi.
Tak terasa,
siang telah berganti malam. Malam disini indah sekali. Lampu-lampu di matikan,
sehingga benda-benda langit dapat terlihat bersinar di langit malam yang cerah.
Kabarnya gerakan ini pun dimulai sejak abad 21. Tata sampai-sampai ragu untuk
berniat kembali ke abad 21. ‘tapi kalo
gue ga balik, artinya.. masa depan bakal ada, tanpa gue! Wah! Parah! Tidak dapat
dibiarkan!’ pikir Tata merasa dirinya sangat penting. Padahal, jika
dibandingkan dengan semesta ia, dan kita lebih kecil, bahkan dari debu semesta
sekalipun.
Karena
merasa bahwa rasa penasaran itu penting, Tata mencoba menekan tombol hijau di belakang
sepatu itu. Alhasil, Tata jatuh ke lautan.
“TOLOOOOOOOONG!!!!”
teriak Tata panik. “loe, apa-apaan sih, norak tau!” mendengar suara khas
kakaknya, Tata pun terbangun. “loh? Kok gue disini ka? Ini apaan pake banjur
gue segala? Ulang taun aja kagak kan?” tanyanya heran setelah melihat
sekeilingnya seperti sedia kala dan badannya basah kuyup ulah kakaknya. “ya,
harusnya gue yang nanya gitu ke elo! Ngapain loe sampe larut malem gini masih
di sekolah? Kalo bel pulang bunyi tuh, artinya sekolah nyuruh loe segera pulang,
bukan malah mengurung diri di kel...” “eh, terus dia itu ngapain disini juga?”
Tanya Tata saat melihat Alfa disamping kakaknya, sebenarnya ia bertanya hanya agar kakaknya berhenti
menasihatinya terus .“loh? Emang gaboleh? Lagian kak Anna yang telfon gue
nanyain loe dimana, dia panik, loe sampe jam 12 malem ga ada kabar. Gue kira
loe nekat keluar dan kebawa angin..” jawab Alfa polos. “gue ga se cungkring itu
juga kaliii... eh, pa Nadhir, hehe.. maaf ya pak, ngerepotin malem-malem” ucap Tata yang hanya dibaalas senyum dan
anggukan ramah Pak Nadhir penjaga sekolah.
Dijalan menuju pulang ke rumah, Tata memikirkan tentang
apa yang baru saja dialaminya. Atau
mungkin dia mimpikan? ‘tauk deh,
alhamdulillahnya gue selamat, dan berhasil balik ke abad 21, jadi ntar gue
suruh anak, cucu, dan cicit gue biar jadi penemu! Dan mungkin gaperlu pake
tombol ijo juga di belakangnya.. ’
“Ta? Kenapa lo? Tumben diem, kayak yang merenung aja..” tegur
kakaknya yang dari tadi memperhatikan keanehan itu. “nggak..., gue cuma mikir kak, gimana
kalo di masa depan, kita hidup di atas lautan, saking ngga ada daratan tu.
Tapi selain masalah itu, semuanya oke, kayak penduduk bumi, tiap malem udah
lebih dari earth hour, malah mungkin earth night! Terus, kendaraan tanpa polusi,
pemerintahan udah oke punya, teknologi makin maju, keren lah pokoknya! ” cerita
Tata seolah merangkum pengalamannya.
“tanpa daratan, tetep ga komplit Ta. Makannya sekarang kita pulang kayak gini
(jalan kaki) juga biar ga buang polusi, biar di masa depan, pulau-pulau ga pada kerendem.”
“yaterus
buat apa juga orang bikin kendaraan tuh? Masa kita ga menghargai dia yang udah
cape-cape bikin alat untuk
mempermudah aktifitas kita?” tata
kembali berargumen.
“loe
kalo disuruh milih, bakal milih mie
instant atau salad?”
“salad
dong! Secaraa.. kemaren wali kelas gue baru beres operasi gara-gara MSG!”
“nah
itu dia, MSG kasarnya tuh polusi di tubuh. Iming-imingnya
kelezatan dia kan? Transportasi sekarang juga gitu,
iming-imingnya kecepatan, murah, dan apalah itu gaya. Tapi kan tetep aja dia
menghasilkan buangan yang berdampak negatif buat semuanya. Dengan adanya teknologi, bukan berarti
manusia harus jadi individualis, dan serba bergantung sama teknologi kan? Jangan salah gunakan teknologi,
apalagi menjadikannya kambing hitam dari masalah-masalah yang muncul sekarang.
Itu semua salah manusianya aja kurang arif menggunakan teknologi.” Papar kak
Anna berapi-api. Untuk kali ini, Tata tidak berusaha menghentikan kalimat
kakaknya.
Malam
semakin larut, mungkin menuju pagi. Kak Anna terus berjalan sambil mendengarkan
lagu dari ponselnya, sementara Tata berjalan sambil mengitung bintang yang
terlihat, dengan jemarinya. Kak Anna hanya tersenyum melihat tingkah adiknya
yang seperti baru tersadar akan kondisi dunia akibat ulah manusia saat ini.